Aliansi Masyarakat Tojo Barat Gelar Mimbar Rakyat: Tolak Perkebunan Sawit, Tegaskan Kedaulatan Petani

0
- Advertisement -

POSONEWS.ID, TOUNA – Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tojo Barat menggelar Mimbar Rakyat Menolak Perkebunan Sawit di Desa Ujung Tibu, Kecamatan Tojo Barat, Kabupaten Tojo Una-Una (Touna). Pertemuan yang berlangsung sejak pukul 09.30 hingga 11.30 WITA itu, menjadi wadah konsolidasi perlawanan rakyat atas rencana masuknya investasi sawit ke wilayah subur tersebut.

Sayangnya, seluruh undangan yang dilayangkan aliansi kepada DPRD Touna Dapil III, Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Pertanian, Camat Tojo Barat, para kepala desa serta BPD se-Kecamatan Tojo Barat tidak mendapat satu pun respon kehadiran.

“Kami kecewa. Ini pertemuan rakyat yang menyuarakan penolakan serius, tetapi justru para wakil rakyat dan pejabat publik tak satu pun hadir. Ini bentuk nyata abainya negara atas aspirasi konstituennya,” tegas Ketua aliansi Irwan Suge.

Rencana Sawit yang Dinilai Tertutup dan Cacat Prosedur

Aliansi menilai bahwa rencana pengembangan perkebunan sawit oleh Pemkab Tojo Una-Una dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan jauh dari asas transparansi serta partisipasi publik. Disebutkan bahwa pada Desember 2024, Pemerintah Kecamatan Tojo Barat sempat mengadakan pertemuan terkait rencana survei lahan untuk perkebunan sawit, namun undangan hanya disampaikan melalui pesan singkat WhatsApp kepada kepala-kepala desa.

“Kami nilai ini tindakan tidak prosedural. Tidak ada undangan resmi, tidak ada sosialisasi ke masyarakat. Padahal ini menyangkut tanah dan masa depan kami,” ujar Irwan.

Ironisnya, meski Camat Tojo Barat sebelumnya telah menandatangani surat pernyataan resmi bermaterai yang menyatakan penolakan terhadap pembangunan kebun sawit, pemerintah kecamatan justru terus memfasilitasi sosialisasi bersama perusahaan.

Salah satu kegiatan sosialisasi yang dianggap kontroversial terjadi pada Juni 2025 di Desa Matako dan Nggawia. Pihak perusahaan yang tidak disebutkan namanya hadir bersama perwakilan Pemkab dan memberikan iming-iming pembagian keuntungan 60:40, lahan plasma, serta janji penghasilan besar hingga mampu menyekolahkan anak menjadi dokter.

Potensi Lokal Diabaikan, Aliansi Desak Kedaulatan Petani

Dalam forum ini, masyarakat kembali menegaskan bahwa Kecamatan Tojo Barat sudah memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang kaya dan terbukti menyejahterakan rakyat. Mulai dari kelapa, kakao, alpukat, hingga durian montong, semuanya telah berkontribusi nyata terhadap penghidupan petani lokal.

“Harga kopra kini mencapai Rp 17.000-19.000/kg, kakao Rp 114.000/kg, durian montong bisa tembus Rp 30.000/kg. Semua ini ditanam tanpa harus mengorbankan tanah kami untuk perusahaan sawit,” kata Yasser Fadayen, satu-satunya pembicara eksternal yang hadir dalam forum tersebut.

Yasser menilai kehadiran sawit justru berpotensi merusak tatanan agraria dan ekologi yang sudah mapan. “Sawit itu monokultur, tidak bisa tumpang sari. Dan hampir di seluruh wilayah Indonesia, sawit selalu meninggalkan konflik – dari perampasan lahan, penipuan skema plasma, hingga kerusakan lingkungan,” tegasnya.

Aliansi: Kami Lebih Memilih Menjadi Petani Merdeka

Aliansi Masyarakat Tojo Barat secara tegas menyatakan menolak rencana menjadikan wilayah mereka sebagai bagian dari pengembangan perkebunan sawit di Kabupaten Tojo Una-Una. Mereka mendesak Pemkab untuk:

  1. Menghentikan segala bentuk sosialisasi dan negosiasi dengan perusahaan sawit.
  2. Mengembangkan potensi pertanian lokal yang terbukti berhasil.
  3. Menjamin ketersediaan pupuk dan bibit bagi petani.
  4. Meningkatkan kinerja penyuluh pertanian.
  5. Menyerap hasil pertanian rakyat dengan harga yang menguntungkan.

“Jika alasannya adalah lapangan kerja, kami lebih memilih bekerja di tanah kami sendiri. Menjadi petani merdeka lebih menjamin masa depan kami dibandingkan menjadi buruh plasma sawit,” tutup Irwan.

Aliansi juga menyinggung kasus-kasus konflik sawit di berbagai daerah seperti Morowali Utara, Buol, hingga praktik penipuan berkedok kemitraan plasma yang seringkali merugikan petani.

“Jangan biarkan Tojo Barat jadi babak baru dari cerita panjang penderitaan rakyat karena sawit. Kami ingin tanah kami untuk kami kelola, bukan untuk digadaikan atas nama investasi yang menyengsarakan,” tegas mereka. (Is)