POSONEWS.ID, PALU – Tiga wartawan di Palu yang mendapat tindak kekerasan saat aksi demonstrasi tolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang berlangsung ricuh, melapor ke Propam Polda Sulteng.
Alsih bersama tiga wartawan lainnya melapor ke Propam Polda Sulteng didampingi empat pengacara yakni Rachmy SH, Roy Marianto Babutung SH, Fikri Saleh SH dan Moh. Itfan Umar, SH.
Mahful Haruna, salah satu Pemred media online yang wartawannya mendapat tindak kekerasan tersebut mengaku, akan mengikuti semua prosedur di Propam Polda Sulteng dan meminta agar oknum aparat kepolisian yang melakukan pemukulan ditindak tegas.
“Kita akan terus lanjutkan kasus ini sampai oknun aparat kepolisian ditemukan dan ditindak tegas, karena yang dipukul itu wartawan perempuan. Jadi, ada dua hal yang tidak bisa ditolerir. Pertama, dia wartawan dan sudah memperlihatkan id card, tapi tetap dipukul. Kedua, dia perempuan dan tetap saja di pukul. Jadi, kedua hal itu yang membuat kami melaporkan hal ini ke propam Polda Sulteng,” tegasnya.
Dia menjelaskan, ketiga wartawan tersebut diduga dipukul oknum aparat kepolisian saat melakukan peliputan demo mahasiswa yang menolak disahkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law di depan kantor DPRD Sulteng, Kamis (8/10/2020).
“Ketiga wartawan itu, diduga mendapatkan pemukulan dari oknum kepolisian pada saat ricuh demo kedua sekitar pukul 16.00 Wita di depan kantor DPRD Sulteng, saat terjadi kericuhan kedua. Aparat kepolisian mengejar massa aksi termasuk wartawan yang meliput saat itu,” jelasnya.
Dia memaparkan, ketiga wartawan yang mengalami pemukulan, sudah mengaku sebagai wartawan dan menunjukkan id card sebagai wartawan. Namun, oknum aparat kepolisian itu meminta ketiganya untuk tunduk dan disaat itulah dia memukul. Korban atas nama Alsih Marselina (Wartawan Sultengnewa.com) mendapat pukulan tepat di wajah yang mengakibatkan luka memar dan menimbulkan luka di pipi kiri.
Sementara Adhy Rifaldy yang juga wartawan sultengnews.com, mendapat pukulan di bahu bagian belakang. Sedangkan Windy wartawan kailipost.com terkena lemparan batu dari arah aparat kepolisian berjaga.
“Tadi ditengah situasi ricuh, saya disuru tunduk. Setalah saya tunduk, langsung di pukul. Seketika saya meras pusing sudah saya,”ujar Korban, Alsih Marselina di lokasi kejadian.
Alsih menerangkan, sebagai wartawan dia telah menaati prosedur dalam pelaksanaan tugas peliputan unjuk rasa dengan memakai Id Card sebagai identitas dari media sultengnews.com.
“Saya sudah pakai identitas (id card) wartawan, padahal saya sudah bilang ke polisi saya dari media, tapi oknum polisi masih memukul saya, karena jelas yang memukul pakai baju dinas cokelat kepolisian,”terangnya.
Dia mengungkapkan, dirinya berada dalam barikade kepolisian saat melakukan tugas sebagai wartawan, diposisi seperti itu seharusnya menurut dia bisa mendapatkan perlindungan, namun kejadian yang dialaminya berbanding terbalik.
“Saat ada di tengah-tengah polisi saat meliput, karena saya harap berada di posisi itu bisa dapatkan keamanan, malah justru dipukul,”ungkapnya.
Sementara itu, wartawan dari kailipost, Windy yang bersamanya mengatakan, dirinya juga mendapatkan tindak kekerasan. Bahkan dia terkena lemparan yang kena di kepalanya, meski begitu dia tidak mengalami luka.
“Saya juga kena lemparan dari depan arah aparat kepolisian melakukan penjagaan, bersamaan dengan itu memang dari belakang tempat mahasiswa aksi juga melakukan pelemparan, tapi saya tidak tau apa yang kena di kepala saya,”ucapnya.
Dia juga menuturkan, saat kejadian sempat melihat korban yaitu Alsih dipukul aparat kepolisian, namun saat itu ada tembakan gas air mata yang membuat mata terasa perih dan penglihatan menjadi kabur.
“Saya liat Alsih di pukul saat menoleh kebelakang, hanya saja kondisi penglihatan masih samar-samar karena terkena gas air mata,”tandasnya. (*/NSH)