POSONEWS, Poso – “Apa guna punya ilmu tinggi kalau hanya untuk mengibuli, apa guna banyak baca buku kalau mulut kau bungkam melulu”. Kutipan kata bijak almarhum Wiji Thukul itu menggambarkan, bagaimana hak demokrasi seseorang yang harus dibungkam oleh sebuah kekuasaan yang berada di sebuah lembaga negara dengan berbagai dalih.
Seleksi rekruitmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa dan kelurahan di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) telah berlalu, namun memberi luka yang begitu mendalam bagi salah satu calon PPS, yang mempunyai nilai memuaskan dari hasil seleksi tersebut.
Adalah Algino Taepo, SH, warga Kelurahan Kayamanya Kecamatan Poso Kota Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, harus menelan pil pahit dan dinyatakan tidak lolos sebagai salah satu calon PPS, karena nilai hasil seleksi memuaskan, diubah oleh oknum- oknum yang tidak bertanggungjawab dalam seleksi itu.
Merasa hak demokrasinya dikebiri dengan jalan yang tidak sesuai aturan, mendorong Algino Taepo, SH, warga Kelurahan Kayamanya Kecamatan Poso Kota Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), melaporkan dugaan pelanggaran dan dugaan kecurangan dalam seleksi rekruitmen calon PPS di wilayahnya, beberapa waktu lalu.
Dirinya melaporkan lembaga penyelanggara Pemilu dalam hal ini KPU Kabupaten Poso ke Bawaslu Kabupaten Poso dan oleh Bawaslu Kabupaten Poso, laporan itu ditindaklanjuti dan saat ini sedang dalam proses persidangan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI).
Algino Taepo pun menjadi saksi principal dalam sidang yang digelar DKPP RI secara virtual tersebut.
Algino mengungkapkan, alasan dirinya melaporkan pihak KPU Kabupaten Poso ke Bawaslu dan akhirnya berujung pada sidang DKPP RI yang saat ini masih bergulir, semata-mata untuk menegakkan tonggak demokrasi yang benar sebagaimana harapan masyarakat luas.
“Saya melaporkan pihak KPU Kabupaten Poso terkait adanya indikasi kecurangan dalam proses perekrutan calon petugas adhoc, dalam hal ini calon anggota panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah,” katanya, Jumat (24/7/2020) kepada wartawan.
Menurut Gigin sapaan akrab Algino, dirinya melaporkan pihak KPU kala itu, tidak lebih sebagai bentuk keprihatinan akan kinerja KPU Poso, yang diduga terindikasi melenceng dari rambu-rambu yang diisyaratakan dalam aturan main yang berlaku.
“Yang jelas, KPU Poso dalam penilaian saya bukan lagi berpijak dalam ketentuan yang ada,” ujarnya.
Dia pun mengisahkan keinginan dirinya yang ingin berkontribusi dalam proses berdemokrasi di daerah ini, khususnya terlibat sebagai angggota PPS pada Pilkada Serentak tahun 2020.
Dibukanya seleksi rekruitmen calon PPS adalah sebuah peluang yang bisa memberi ruang bagi dirinya, untuk ikut berkontribusi berdemokrasi dengan menjadi bagian sebagai penyelenggara pemilu di tingkat kelurahan kala itu. Dirinya pun turut mendaftar sebagai calon anggota PPS saat seleksi itu dibuka.
Singkat cerita kata Gigin, tahapan demi tahapan dilaluinya dengan mulus dan oleh pihak PPK dirinya masuk dalam kualifikasi sebagi calon anggota PPS dengan nilai yang memuaskan.
Sayang, saat proses tahapan berjalan ke tingkat KPU Kabupaten Poso kata dia, nilainya berubah, sehingga berujung dirinya tidak dapat diloloskan sebagi anggota PPS Kelurahan Kayamanya.
“Terkait perubahan nilai ini ternyata diakui pihak Komisioner KPU Poso, pada saat sidang di DKPP RI beberapa waktu lalu,” ujar saksi principal ini.
Dia menambahkan, jauh sebelum masalah ini sampai pada sidang di DKPP, dirinya pernah mendatangi pihak Komisioner KPU Poso terkait perihal dirinya tidak diloloskan sebagai anggota PPS selain masalah nilai.
“Alasan pihak KPU Poso saat itu, saya terindikasi pernah melakukan ujaran kebencian di Medsos dan sosok yang tidak netral, pendukung salah satu Bapaslon serta tidak memilki integritas,” sebutnya.
Atas semua tuduhan itu, Gigin meminta untuk dibuktikan, namun pihak KPU Poso tidak mampu membuktikan semua itu. Justru kata Gigin, salah seorang komisioner mengatakan, untuk meloloskan calon PPS adalah hak komisioner.
“Saya masih ingat kata salah seorang komisioner KPU Poso yang mengatakan, untuk meloloskan itu adalah hak kami,” ujarnya mengutip kalimat salah seorang komisioner KPU Poso.
Dia prihatin, pola-pola lama dan sistem kekuasaan masih diberlalukan di lembaga sebesar KPU Kabupaten Poso.
“Bagaimana mungkin masyarakat bisa berharap, dalam suksesi kedepan akan mampu melahirkan orang orang hebat dalam suatu proses demokrasi, sementara KPU Poso sebagai implementator demokrasi, justru membungkam hak-hak demokrasi orang lain. Ini semua yang menyebabkan kami prihatin dengan pihak KPU Poso, dimana mereka sendirilah yang perlu dipertanyakan integritasnya sebagai pengawal demokrasi di negeri ini,” tandasnya.
Terkait hal tersebut, Ketua KPU Kabupaten Poso, Budiman Maliki melaui pesan WhatsAppnya tidak berkomentar panjang.
“Sebelumnya mohon maaf sebesar-besarnya kalau terkait dengan masalah ini saya belum bisa berkomentar apa-apa karena masalah ini masih dalam proses penanganan pihak DKPP sampai dengan saat ini. Tentu secara aturan dan aspek etika KPU sebagai pihak terlapor/teradu belum bisa perpandangan apa-apa sampai dengan nantinya akan ada keluar putusan dari pihak DKPP secara resmi. Akan lebih pas dan tepat jika hal ini ditanyakan langsung ke pihak DKPP yang menangani langsung masalah kami,” ujarnya melalui pesan WhatsAppnya, Jumat (24/7/2020). (LEE/ADI/RHM)