POSONEWS, Poso – Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah, dulunya terkenal sebagai daerah penghasil kayu eboni (Diospyros Celebica) atau orang sulawesi biasa menyebutnya kayu hitam. Selain itu, Kabupaten Poso juga terkenal dengan kawasan seribu megalit yang berada di Kawasan Lembah Lore dan merupakan situs purbakala yang pantas dinikmati sebagai obyek wisata alam terbesar di kawasan Indonesia Timur.
Siapa yang menyangka Kabupaten Poso yang terkenal dengan semboyannya Sintuwu Maroso (Persatuan yang Kuat) ternyata memilki kekayaan alam lainnya dan diproduksi oleh masyarakat yang berada di Kecamatan Poso Pesisir.
Di Kecamatan dengan ibu kota Kasiguncu ini, sebuah desa yang berada jalan Trans Sulawesi yakni Desa Masamba ternyata juga memiliki potensi alam yang tiada tara.
Di Desa Masamba ini, bibit minyak wangi berupa minyak atsiri dapat diproduksi oleh warganya. Penyulingan minyak ini pun dilakukan secara tradisional.
Minyak atsiri dapat diproduksi dari berbagai tanaman seperti dari batang seperti dari kulit cendana dan masoi. Sedangkan dari daun dapat diproduksi dari daun cengkeh, sereh wangi dan nilam.
Selain itu minyak atsiri dapat juga dibuat dari akar seperti akar wangi dan dari bunga seperti bunga cengkeh, kenanga serta dari buah seperti buah pala.
Di Desa Masamba Kecamatan Poso Pesisir ini, terdapat sebuah tempat penyulingan minyak atsiri yang berasal dari nilam dan dikelola oleh seorang warga bernama Komarudin
Komarudin adalah seorang anggota TNI AD yang bertugas di Koramil Kasiguncu Poso Pesisir dan ditugaskan sebagai Babinsa di wilayahnya.
Komarudin yang ditemui media ini ditengah kesibukannya menyuling minyak atsiri menyempatkan diri berbagi cerita bagaimana awalnya dirinya harus terjun ke dunia bibit minyak wangi ini.
Dia mengisahkan, ditengah pandemi Covid-19, hampir 4 bulan dapur penyulingan minyak atsiri miliknya di Desa Masamba Kecamatan Poso Pesisir, tidak produktif.
Komarudin dengan semangatnya melanjutkan kisahnya. Dia menyebutkan, penyulingan minyak aksiri miliknya, tidak lagi menyuling daun cengkeh, tetapi adalah daun nilam yang harga minyaknya sangat menggiurkan.
“Nilam banyak dihasilkan di wilayah Tambarana Poso Pesisir Utara kebetulan saya hingga saat ini justru bertugas sebagai Babinsa Pembina Kelompok Tani di wilayah itu,” paparnya.
Dia pun mememaparkan kenapa banyak petani di wilayah itu tertarik menanam Nilam. hal ini kata Komarudin, karena kebun coklat milik mereka di wilayah Tambarana tak bisa dipanen lagi, karena masyarakat takut dengan adanya gangguan keamanan di wilayah itu.
“Mereka tidak berani naik ke lahannya di atas,karena masih adanya gangguan keamanan, sehingga petani akhirnya beralih menanam nilam di bawah atau dekat pemukiman mereka,” ujarnya.
Dia mengaku, para penyuling tidak membeli daun nilam tetapi langsung membeli minyak atsiri, yang dihasilkan dari proses penyulingan.
“Dalam 1 Kilogram minyak atsiri dapat dijual seharga Rp 600 ribu,” katanya.
Dia pun menghitung, bahwa dalam setiap 1 Hektar lahan bisa menghasikan 200 kg minyak atsiri, sehingga hasilnya sebesar Rp 120 Juta per hektar sekali panen. Sangat fantastis bagi seorang petani. (SAM/RHM)